Sabtu, 16 Juli 2011

Akhwat First?? Why Not!!

== Akhwat First..?? Why Not !! ==

Seorang wanita yang dalam situasi dan kondisi waktu tertentu pada umumnya dan sewajarnya terlebih dahulu didahulukan, diutamakan, dan diprioritaskan.
 
Betapa tidak, Alloh azza wa jalla, agama Islam dan Rasulullah Muhammad SAW memberikan kedudukan yang utama serta tertinggi kepada seorang akhwat, seorang istri, seorang muslimah, seorang ibu dalam kehidupan di dunia ini.
 
wanita muslimah memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan pengaruh yang besar dalam kehidupan setiap muslim. Dikarenakan ia akan menjadi madrasah pertama dalam membangun masyarakat yang shalih, tatkala dia berjalan di atas petunjuk Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Karena berpegang dengan keduanya akan menjauhkan setiap muslim dan muslimah dari kesesatan dalam segala hal.
 
Tidak hanya itu pula, sesungguhnya kunci dibalik kesuksesan, keberanian dan kegigihan perjuangan seorang mujahid, maka tersimpan pula peran seseorang wanita di belakangnya. Oleh karena itu, biasa kita bercermin dan melihat siapa ibunya atau pula melihat siapa istrinya.
 
“Dibalik kesuksesan, keberanian dan kegigihan perjuangan seorang mujahid, maka tersimpan pula peran seseorang wanita di belakangnya”

Setiap seorang wanita sholehah bersama keluarganya pasti menginginkan generasi penerusnya sebagai generasi yang mampu cinta dan taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Beragam contoh kemuliaan, keutamaan, kedudukan seorang wanita sholehah dalam pandangan Islam telah menjadi tolak ukur kesuksesan seorang anak maupun rumah tangga dalam keluarganya. Dilukiskan dalam sejarah pula, betapa banyak pula wanita-wanita desa yang tidak mampu membaca dan menulis, namun mampu melahirkan para mujahid-mujahid agung yang mengukir sejarah di pentas dunia.
Seorang ulama besar Imam Syafi’i ketika dilahirkan dalam keadaan yatim. Kala diasuh dan dibesarkan oleh seorang ibu yang tangguh secara mental dan spiritual sehingga sebelum usia baligh beliau telah hafal Al-Qur’an. Imam Bukhari ketika dilahirkan mengalami buta. Namun, karena doa ikhlas yang kerap dipanjatkan oleh seorang ibu yang melahirkannya sehingga Allah SWT mengabulkan doanya, Imam Bukhari dapat melihat kembali dan dunia telah mengakui kejeniusan dan kecemerlangan otaknya. Di dalam salah satu tulisan Sayyid Quthb (ulama besar Mesir) menulis, “Dimana saja saya bermain, terdengar ibuku sedang membaca Al-Qur’an.” Hal ini pulalah yang menjadikan saudara-saudara kandung Sayyid Quthb merupakan para penghapal Al-Qur’an. Muhammad Quthb, Aminah Quthb dan Hamidah Quthb, semuanya merupakan hafidz Al-Qur’an (hapal Al-Qur’an)
 
Dikisahkan pula dalam suatu waktu dan kesempatan Imam Ahmad pernah mengisahkan tentang ibunya (semoga Allah merahmatinya) :"Ibuku menjadikan ku hafal Al-Quran, ketika umurku 10 tahun. Dan dia tidak hanya hafal tapi juga memahaminya dengan hati, maka larilah semua godaan dan syaitan dari hatinya, dan menjadilah dia seorang yang ahli beribadah kepada Allah SWT. Imam Ahmad juga mengisahkan bahwa ketika umurnya 10 tahun ibunya memakaikan pakaian untuknya, membangunkannya dan memercikan air ketika sebelum sholat subuh, hingga akhirnya sang ibu mengajaknya pergi ke masjid dengan jarak masjid dengan rumah yang agak berjauhan.
Selain itu, ada pula kisah dari proses pencarian calon ibu untuk anak-anak dari pemuda Hasan Al-Banna. Di kala pencarian tersebut, ibu dari Hasan Al-Banna berkisah sebagai referensi utama. Ibu yang sholehah, tentu tahu apa yang dibutuhkan oleh pemuda pejuang da’wah seperti Hasan Al-Banna. Bermula dari ketertarikan Sang Ibunda pada kelembutan suara al-qur’an seorang gadis pada saat beliau bersilaturahim di sebuah rumah, lalu Ibunda Hasan Al-Banna bercerita dengan anaknya hingga pada akhirnya berlanjut ke jenjang pernikahan. Hal ini pula yang menandakan bahwa sesungguhnya jodoh itu bersama dengan tingkatan keimanan kita.
 
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.”(QS. Adz- Dzariyat: 49)
 
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur 26)
 
 
Mendapatkan seseorang wanita sholehah yang mampu mendidik sang anak merupakan idaman dan impian bagi setiap bahtera rumah tangga dalam keluarga yang menekankan betapa pentingnya mendidik seorang anak yang dititipkan oleh Alloh SWT.
 
Hal ini pernah dicontohkan pula oleh (Almh) Ustadzah Yoyoh Yusroh dalam suatu kesempatan tausyiah terkait betapa pentingnya Hukum mendidik anak yang wajib, sebagaimana wajibnya menuntut ilmu dan mendidik anak juga termasuk pesan Rasulullah agar kaum muslimin mencetak generasi yang shalih dan shalihah. Dalam tausyiahnya beliau menyampaikan bahwa semua orang ingin memiliki keturunan yang shalih dan shalihah. Akan tetapi jarang sekali majlis ta’lim yang membahas atau mempunyai program terkait dengan hal ini. Yang ada hanyalah pembahasan tafsir, hadits, fiqih dan lain sebagainya. Namun hampir tidak ada sama sekali pembahasan terkait dengan pendidikan anak. Bukan itu saja, dari pihak orang tua sendiri juga kurang ada perhatian terhadap pendidikan agama anak-anaknya.
 
Hal ini dapat dilihat dari pemberian uang jajan ketika pergi ke sekolah dan ketika pergi elajar di madrasah (sekolah sore misalnya). Uang jajan yang diberikan ketika berangkat ke madrasah lebih kecil daripada ketika anak-anak mereka pergi ke sekolah di pagi hari. Akibatnya, anak-anak menjadi enggan pergi mengaji ke madrasah. Hal ini beda sekali dengan kondisi di masa Rasulullah. Di usia 11 tahun Aisyah sudah cukup matang dalam berpikir. Sehingga pada usia semuda itu, dia sudah banyak hapal hadits.
 
Abdullah bin Amr bin Ash menikah di usia 16 th. Ini menunjukkan anak-anak di masa Rasulullah dan para sahabat merupakan anak-anak yang sudah matang. Oleh karenanya pendidikan harus dilakukan sedini mungkin. Yaitu sejak di dalam kandungan. Begitu penjelasan (Almh) ustadzah Yoyoh.
 
Sewaktu di dalam kandungan pendengaran seorang bayi sudah dapat berfungsi. Seorang wanita yang sedang hamil hendaknya membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an.
 
Setelah lahir; di usia 6-8 tahun, penglihatan seorang anak bayi sudah sempurna. “Pada usia itulah, saya mengenalkan huruf latin dan huruf Arab. Saya mencoba mengajarkan anak saya untuk dapat membaca huruf latin dan Al-Qur’an,” begitu penjelasan (Almarhumah) ustadzah Yoyoh Yusroh.
 
Menurut Abdullah Nashih Ulwan terbagi menjadi 3. Pendidikan ruh anak, akal anak dan tubuh anak.
 
Di waktu seorang wanita hamil, hendaknya dia memperkuat hubungannya dengan Allah, memiliki hubungan baik sesama manusia dan berupaya semaksimal mungkin untuk menjauhi hal-hal yang syubhat. Ujar beliau.
 
Oleh karena itu, betapa pentingnya peran seorang Ibu sebagai madrasah pertama bagi sang anak dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
 
‘Barangsiapa yang mengabaikan pendidikan anak, maka ia telah berbuat jahat secara terang-terangan …’ (Ibnu Qayyim)
Kedudukan seorang wanita dalam Islam cukup penting (utama). Sangat disayangkan, bila para wanita muslimah, wanita sholehah yang telah matang dan mampu mengaplikasikan secara ilmu, pendidikan dan usia telah siap dan mampu untuk menikah namun, terkendala karena sungkan dan lebih kerap menunggu datangnya sinyal sang ikhwan pujaan sejati yang siap mengarungi bahtera rumah tangga dalam menuju sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Seperti kita ketahui, tidak ada larangan apapun bagi seorang wanita bila mengajukan diri kepada seseorang yang dianggapnya shalih dan baik untuk dinikahkan. Bahkan dahulu, sayyidatina Khadijah ra melakukan hal tersebut. Beliau yang melamar calon Nabi Muhammad saat itu yang masih berusia 25 tahun. Hal itu dikarenakan Khadijah ra tahu persis kebaikan akhlak calon suaminya itu, kejujurannya dan kebaikan-kebaikannya yang lain. Sehingga jenjang menuju pernikahan pun terlaksana, sementara kejadian tersebut berlangsung sebelum datang dan turunnya wahyu.
 
Hal ini sejalan dengan konsep bahwa seorang akhwat, boleh mendahului dalam segala sesuatu hal selama hal tersebut baik, dan sesuai syar’i dan tidak ada larangan dalam tuntunan agama, dikarenakan keutamaan dan kedudukan seorang wanita muslimah dalam pandangan Islam. Akhwat First..?? why not !!
 
Sosok Khadijah ra lahir dari proses pembinaan yang intensif. Berbahagialah seorang suami yang memiliki pendamping yang setia dan penuh pengorbanan seperti Khadijah. Selama Menikah dengan Khadijah, Rasulullah Saw tidak pernah menikah dengan seorang wanita lain hingga khadijah ra tutup usia.
 
“Rasulullah SAW bersabda, aku dikaruniahi oleh Allah rasa cinta yang mendalam kepada Khadijah. Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku ketika semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta pada saat semua orang enggan memberi. Dan darinyalah aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak pernah kuperoleh dari istri-istriku yang lain” (HR. Ahmad).
 
Lanjut lagi yuuk kisahnya,...
 
Setelah turun wahyu dan syariah, ternyata keadaan seorang wanita yang datang mengajukan diri untuk dinikahkan pun tetap terjadi. Ada beberapa wanita di masa tasyri'menyerahkan diri kepada Rasulullah SAW untuk dinikahi beliau. Salah satunya adalah apa yang kita baca dalam hadits berikut ini.
Dari Sahal bin Sa'ad ra. berkata bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW dan mengatakan,"Ya Rasulllah, aku telah menyerahkan diriku untuk Anda (bersedia dinikahkan)."Salah seorang shahabat berkata,"Kawinkan saja dengan saya."Maka Rasulullah SAW bersabda,"Aku telah nikahkan kamu dengannya dengan mahar berupa bacaan Al-Qur'an yang kamu miliki. .(HR Bukhari)
 
Ternyata wanita yang pernah datang kepada Rasulullah SAW dan menyerahkan diri kepadanya bukan hanya satu. Di dalam kitab Fathul Bari, Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan beberapa wanita, diantaranya Khaulah binti Hakim, Ummu Syuraik, Fatimah bin Syuraih, Laila binti Hatim, Zaenab binti Khuzaemah, dan Maemunah binti Al-Harits. Tentunya dengan beragam kekuatan sanad yang menerangkan hal itu.
 
Sehingga hal tersebut membuat Aisyah ummul mukminin ra. merasa cemburu kepada para wanita itu. Hal itu terungkap dalam salah satu hadits shahih.
 
Dari Aisyah ra. berkata,"Aku merasa cemburu dengan para wanita yang telah menyerahkan dirinya kepada Rasulullah SAW (untuk dinikahi). Aku berpikir bagaimana pantas wanita menawarkan dirinya kepada laki-laki. Ketika Allah SWT menurunkan ayat (Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki diantara mereka dan menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu. QS Al-Ahzab: 51), aku berkata bahwa tuhanmu telah menyediakan apa yang engkau inginkan..(HR Bukhari)
 
Namun meski demikian, para ahli sejarah menyebutkan bahwa tidak satu pun dari mereka yang benar-benar dinikahi oleh Rasulullah SAW, meski pun hukumnya halal bagi beliau. Karena semua itu memang terpulang kepada beliau sendiri. Seandainya beliau menghendaki, para wanita itu halal untuk dinikahi. Namun bila beliau tidak menghendaki, beliau berhak untuk menolaknya. Dan di dalam hadits di atas, itulah yang terjadi.
 
Maka sebagai wanita muslimah, tidak ada salahnya secara hukum syariah untuk mengajukan diri kepada laki-laki yang anda anggap shalih dan baik secara sudut pandang agama, serta punya kemampuan dan kesiapan lahir batin untuk berumah tangga dengan anda. Kalau pun anda merasa sungkan dan malu, hal itu wajar. Bahkan Aisyah ra. pun merasakan hal tersebut, ketika melihat ada wanita yang datang menyerahkan diri kepada suaminya, Rasulullah SAW.
 
Tapi pada hakikatnya, hal itu tidak terlarang. Mungkin anda bisa meminta bantuan orang lain yang anda kenal dan sangat anda percaya untuk menyampaikannya kepada laki-laki yang anda sukai. Bukankah dahulu Khajidah ra juga menggunakan bantuan orang lain untuk menyampaikan maksudnya?
 
So, Akhwat First..?? Why Not !!
 
**********
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas'ud]
 
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pernah ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku baik kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari, Kitab al-Adab no. 5971 juga Muslim, Kitab al-Birr wa ash-Shilah no. 2548)
 
 
Aisyah r.a. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah S.A.W., siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita? Jawab baginda, “Suaminya.” “Siapa pula berhak terhadap pria?” tanya Aisyah kembali, Jawab Rasulullah S.A.W. “Ibunya.”
 
”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. an-Nasa’i dan Ahmad)

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kamu akan kembali.” (QS. Luqman: 14)
 
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung dan menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15)
 
“Jika seseorang menikah, maka sempurnalah setengah agamanya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT pada setengah agama yang masih tersisa.” (HR Ahmad)
 
Sesungguhnya peletak dasar pergerakan dakwah modern semisal Hasan Al Banna telah memberi contoh bahwa yang merasakan sentuhan pertama nilai pendidikan seorang da’i, justru orang terdekatnya, jika ia seorang ayah, maka istri dan anaknyalah yang merasakan sentuhan pertama. Demikian pula bila ia adalah seorang ibu (Dra.Hj.Wirianingsih,”Cinta di rumah Hasan Al Banna”)

"Semua hal besar biasanya diawali oleh seorang wanita."Alphonse de Lamartine (1790-1869), penulis dan pujangga Prancis"
 
"mencintaimu adalah bahagia&sedih; bahagia karena memilikimu dalam kalbu; sedih karena kita sering berpisah"(WS Rendra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar