Minggu, 10 Juli 2011

Surat Untuk Istriku

Surat Untuk Istriku

Siapakah engkau, duhai istriku, yang menyelinap ke dalam kehidupanku? Kita berdua hadir dari dimensi ruang dan waktu yang berbeda, bahkan kita saling tak mengenal. Tapi kenapa disaat bersua, seketika kita saling mempercayai untuk membangun kebersamaan, dalam perjalanan? Yakni mahligai rumah tangga
 
Sungguh, begitu mulia mahligai yang bernama pernikahan. Pernikahan membuat kita saling terbuka, saling mempercayai dan saling berkomunikasi. Tak mengherankan, bila Allah SWT menempatkan jodoh (pernikahan) pada kelompok ilmu-Nya yang tak dapat disingkapkan secara pasti oleh hamba-Nya.
 
Siapakah yang mengirimmu ke dalam kehidupanku, duhai istriku? Jawabnya pasti Allah SWT. Betapa Maha Pengasih Dia, yang memberikanmu sebagaimana ketentuannya agar setiap mahluk hidup berpasang-pasangan.
 
Sesungguhnya dunia perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita (istri) yang sholeh (HR. Muslim)
 
Betul, engkau memang hanya seorang istri, bukan pemimpin utama. Tapi, sesungguhnya engkau menentukan, ketika hanya menjadi posisi pendamping sang suami. Engkau, di saat menjadi istri yang suci, semestinya menjadi pengawas suami saat keliru melangkah.
 
Siapa yang dapat mengukur air matamu yang berderai di saat engkau berdoa memohon agar Allah menunjukkan jalan yang benar pada suami? Airmata yang selama ini dicitrakan sebagai kelemahan, justru menjadi kekuatan untuk mengembalikan suami (keluarga) ke jalan yang benar.
 
Tapi, siapakah engkau, duhai istri yang menyelinap ke dalam kehidupanku? Istri yang suci justeru merupakan jalan cahaya menuju-Nya. Kesucianmu menjadi suar di tengah keluarga untuk membentuk keluarga sakinah. Cahayamu menerangi perjalanan menuju pada-Nya.
 
Kesabaran dan keikhlasanmu mengelola rumah tangga membuat para suami (keluarga) merasa khidmat untuk beribadah. Sebaliknya, istri yang'musyrik', bagai lorong gelap yang menyesatkan. Karena itu istriku, jadilah engkau suci untuk menjadi jalan bercahaya bagiku dan keluarga.
 
Wahai istriku, di saat engkau menjadi jalan bercahaya, mengapa mesti saya menggantinya? Bukankah sejatinya, aku mencintaimu karena cintaku pada-Nya yang memuliakanmu, istriku yang telah melahirkan anak-anakku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar