Minggu, 26 Juni 2011

Khurafat Gerhana Bulan

Semalam, siapapun tahu jika terjadi gerhana bulan (lunar eclipse) total yang dibilang sangat lama sekali, tidak seperti biasanya, dari jam 00.43 sampai 05.45 WIB, atau pukul 20.43 sampai 00.45 waktu Makkah.
 
Seperti biasa pula, jika gerhana, tentu kami seasrama melaksanakan shalat Khusuf (gerhana), dan untuk menambah kesan kesyahduan malam gerhana itu, Rusaifah yang biasanya terang benderang oleh puluhan lampu, kami padamkan semua. Kami sholat khusuf di bawah temaram bulan yang semakin habis terkikis oleh bayangan bumi yang menghalangi sinar matahari pada bulan itu.
 
Katanya orang jawa kuno sih, dimakan buto ijo :D. Oh ya, ada mitos seputar gerhana, katanya kalau pengen tinggi, pas gerhana gitu maka gantung-gantung di pohon, atau kusen pintu. Kalau pengen awet muda, pas gerhana, gigit daun pintu. Semalam udah gigit pintu belum? :D kurang kerjaan banget.
 
Atau ada yang katanya jika hamil, mesti keluar sambil elus-elus perut buntingnya, ngapain? Khurafat edan yang jika masih ada yang melakukan, ketahuan sekali otaknya pindah ke dengkul..
 
Back to topic, usai sholat, dan saat tengah menyimak khutbah singkat dari sesama rekan seasrama, kenanganku mendadak terbang jauh ke masa kecilku, di saat mengalami peristiwa alam semacam ini, gerhana bulan.
 
Sebelumnya, sekedar notifikasi, bahwa gerhana bulan sekaligus purnama sebenarnya selalu terjadi setiap tanggal 15 penanggalan hijriah, hanya saja gerhana sebagian, sehingga ada yang melihat ada yang tidak, tergantung posisi bumi pada porosnya.
 
Dulu, jika terjadi gerhana, maka masjid kampungku segera -dan sahut menyahut diikuti mushalla-mushalla- mengumandakan istighfar dengan intonasi nada yang meremangkan bulu kuduk.. Astaghfirullah-al adzim, alladzi laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum, wa atubu ilaih..
 
Tentu saja pula suasana mendadak serasa seram dan menakutkan, sebelum seisi kampung berduyun-duyun ke masjid kampung untuk melaksanakan shalat khusuf bersama dan pak imam berkhutbah memberi peringatan akan dosa-dosa, akan taubat, dan bahwa gerhana adalah tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Ta'ala.
 
Alhasil, jika ada gerhana, apalagi kalau gerhananya adalah gerhana matahari, yang sangat langka terjadi, suasana mendadak seperti dekat sekali dengan kiamat.
 
Namun jika aku perhatikan secara pribadi, dari tahun ke tahun, makin beranjak usiaku menjauh dari masa-masa itu, setiap terjadi gerhana, suasana sakral tadi mendadak semakin memudar.
 
Perubahan masa, ataukah memang karena kualitas imanku yang semakin menyedihkan? Ataukah keduanya? Wallahu a'lam.
 
Dulu, kami menanggapi fenomena gerhana bulan, dengan begitu ketakutan. Tetapi sekarang, biasa-biasa saja. Tak ada ubahnya dengan hari-hari biasa. Ooo, gerhana ya, terus biasanya ngapain? Duh.
 
Apalagi beberapa hari sebelum gerhana, biasanya surat-surat kabar memberi tahu terlebih dahulu, bahwa pada tanggal sekian jam sekian akan terjadi fenomena alam yaitu gerhana sebagian yang terlihat di negara ini, ini dan ini.
 
"Fenomena alam", kalimat yang dengan sukses menggeser kata sakral"kekuasaan Tuhan"dari perbendaharaan kata di benak ummat. Sehingga akhirnya mengganggap semua itu wajar-wajar saja. Termasuk bencana alam !
 
Padahal Gerhana adalah salah satu momentum untuk mengingatkan manusia dari kelalaiannya selama ini, bahwa di sana ada Dzat yang berkehendak dan bisa berbuat apa saja.
 
Para Nabi dan tentu saja para penerusnya, tidak menganggap bahwa gerhana adalah fenomena alam biasa. Apalagi sekedar tontonan sampai begadang. Tetapi sebagai salah satu media tafakkur yang efektif, media untuk mengingat Allah, bahwa Maha Suci dia, yang bisa membuat bulan yang asalnya terang benderang, hilang dalam sekejap saja.
 
Bukankah keadaan gerhana saat purnama itu merupakan pelajaran tersendiri? Kenapa tidak selain waktu purnama saja? Patut dijadikan renungan.
 
Pada akhirnya, melalui momentum gerhana semalam, kita perlu mentafakkuri ulang diri sendiri, banyak yang masih kurang pada diri kita. Jika bulan yang segede itu tidak sedikitpun menggerakkan syaraf tafakkur kita, apalagi kejadian-kejadian kecil yang seolah tampak remeh temeh dan di depan kita?
 
Subhanaka maa kholaqta hadza bathila :)
 
~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar