25.
Persidangan
“Nona Noura, saya
persilakan Anda mengisahkan apa yang menimpa pada diri Anda?” Hakim gemuk
dengan rambut hitam bercampur uban mempersilakan Noura yang sudah berdiri
dipodium untuk berbicara. Sementara aku berada di tempat terdakwa yang
berbentuk seperti kerangkeng. Ratusan mata memandang Noura dengan seksama. Aku
melihat orang-orang yang kukenal turut serta menghadiri sidang pertamaku ini.
Teman-teman satu rumah di Hadayek Helwan ; Rudi, Saiful, Hamdi dan Mishbah
duduk dibagian agak belakang. Beberapa puluh mahasiswa Indonesia, Ketua dan
pengurus PPMI, Pengurus Wihdah—termasuk Nurul sang ketua—juga datang. Sekitas
aku memandang ke arah Nurul, mata kami bertemu. Ia tak bisa menyembunyikan
matanya yang berkaca-kaca. Pengacaraku duduk bersama Maqdi. Di belakangnya ada
Aisha, paman Eqbal, Syaikh Ahmad dan isterinya. Bibi Sarah tidak datang.
Keluarga Tuan Boutros juga tidak satu pun yang kelihatan. Di barisan dekat
jaksa penuntut banyak sekali orang Mesir. Mungkin mereka keluarga Noura.
Beberapa wartawan sibuk merekam dan membidikkan kamera. Aku pasrah pada apa
yang akan ditulis mereka. Jika ada ketidakadilan dalam tulisan mereka aku akan
menuntutnya kelak di akherat sana.
“Saya akan menceritakan
dengan sejujurnya tragedi yang menimpa diri saya. Tragedi yang menginjak-injak
kehormatan saya dan menghancurkan masa depan saya.” Kata Noura dengan terisak.
Air matanya meleleh. Aku tidak tahu apa yang akan dia katakan. Apakah dia akan
mengatakan dengan sejujurnya siapa yang mengamili dirinya ataukah justru akan
menghabisi diriku dengan sandiwaranya seperti Zulaikha pura-pura menangis dan
menjebloskan Yusuf ke dalam penjara.
“Pada hari Rabu, 7
Agustus yang lalu saya masih hidup bersama keluarga Bahadur. Hari itu sore hari
setelah aku shalat ashar, Bahadur yang saat itu masih saya anggap sebagai ayah
memaksaku untuk ikut Mona selepas maghrib ke sebuah Nigh Club mengapung di
sungai Nil, tempat di mana Badahur dan Mona bekerja. Bahadur sebagai pukang
tukul dan Mona sebagai penari dan wanita penghibur. Saya tidak mau. Bahadur
mengancam akan membunuh saya jika
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
253
sampai
jam sembilan malam tidak sampai di sana bersama Mona. Saat itu juga ia
menjambak rambut saya kuat-kuat dan menyambuk punggung saya dengan ikat pinggang.
Saya tidak tahan, akhirnya saya pura-pura mau. Bahadur lalu berangkat kerja
dengan sebuah ancaman saya akan mati jika tidak datang. Saya bertanya pada Mona
apa kerja saya di sana. Dia bilang, ‘Seperti pertama aku kerja di sana.
Menyerahkan keperawanan pada turis bule dengan imbalan sepuluh ribu pound!’
Jawaban Mona membuat saya merinding. Saya tidak mungkin melakukan perbuatan
terkutuk itu. Saya bertekad lebih baik mati daripada menjual diri. Akhirnya
begitu shalat maghrib saya mengurung diri di kamar. Pintu kamar dan jendela
saya kunci. Mona berteriak-teriak dan menggedor-gedor tidak saya pedulikan.
Mona pun berangkat sendirian. Saya terus di kamar sampai tengah malam. Jam
setengah satu ayah pulang bersama Noura dengan kemarahan meluap. Pintu kamarku
didobrak dan saya disiksanya habis-habisan lalu diusir dan diseret ke jalan.
Ternyata saya tidak dibunuhnya hanya diusir saja. Tapi malam itu saya merasa
sangat merana. Saya meratapi nasib saya sambil memeluk tiang lampu di jalan,
depan apartemen. Saya meratap sendirian agak lama. Lalu, kira-kira pukul
setengah dua datanglah Maria menghibur saya. Ia juga mengajak saya naik dan
tidur di kamarnya, saya pun ikut. Di kamar Maria aku mencurahkan semua
kesedihanku padanya. Yang tidak kuduga Maria menceritakan sebenarnya yang
membuatnya turun menghiburku adalah Fahri, mahasiswa dari Indonesia yang malam
itu kebetulan tidak tidur. Sebenarnya Maria takut sekali pada Bahadur. Keluarga
Maria juga tidak mau berurusan dengan Bahadur. Maria meminta bagaimana kalau
malam itu menginap sementara di rumah Fahri. Saya merasa kediaman Fahri adalah
tempat yang aman untuk sementara. Akhirnya tepat pukul tiga Maria mengantarkan
aku turun ke tempat Fahri. Fahri sendiri yang masih bangun. Ia membukakan pintu
dan mempersilakan aku masuk ke kamarnya. Maria kembali ke rumahnya. Mulanya
Fahri banyak menghibur. Dia lalu merayuku dan membujukku dengan kata-kata
Manis. Entah dari mana ia tahu kalau aku mau dijual pada turis bule. Fahri
menawari saya untuk kawin dengannya dan akan diajak hidup bahagia di Indonesia.
Ia berjanji akan membuat hidupku bahagia. Akan mencurahkan segala kasih sayang
dan cintanya padaku. Fahri juga mengungkapkan sebenarnya dia telah lama jatuh
cinta pada saya. Fahri
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
254
mampu
memanfaatkan keadaan saya yang sedih, yang selama itu belum pernah merasakan
kasih sayang dan cinta. Malam itu saya menangis dalam pelukan Fahri. Saya
merasakan Fahri adalah dewa penyelamat. Entah bagaimana prosesnya malam itu
saya telah menyerahkan kehormatan saya padanya. Saya terhipnotis oleh manisnya
janji yang ia berikan. Ketika masjid melantunkan azan pertama saya tersadar.
Saya menangis sejadi-jadinya atas apa yang menimpa diri saya. Saya melihat
Fahri sedang tertidur. Saya pun keluar dan kembali ke tempat Maria. Saya
menangis Maria bertanya pada saya ada apa. Saya tidak menjawabnya. Saya malu
untuk menceritakannya. Pukul tujuh pagi Fahri datang ke tempat Maria. Keluarga
Maria minta agar saya meninggalkan rumah mereka sebelum Bahadur bangun.
Akhirnya Fahri menyuruh saya untuk menginap di tempat mahasiswi Indonesia
bernama Noura. Sebelum berangkat Fahri memberi uang sebanyak dua puluh pound
untuk ongkos jalan. Beberapa hari di rumah Nurul saya dijemput Syaikh Ahmad dan
isterinya dan diamankan di Tafahna, Zaqaziq. Syaikh Ahmad membantu saya
menemukan saya dengan orang tua saya asli yang ternyata bernama Adel dan
Yasmin. Beliau berdua dosen di Ain Syams University. Sejak itu saya tinggal
bersama mereka. Suatu hari setelah satu minggu tinggal bersama mereka saya
muntah-muntah. Mama Yasmin membawa saya ke dokter dan saya ketahuan hamil satu
bulan setengah. Mama mendesak untuk mengatakan siapa yang menghamili saya. Saya
tidak mau mengatakannya. Ayah mengancam akan mengusir saya jika tidak mengatakan
siapa yang menghamili saya. Terpaksa saya jelaskan siapa sebenarnya yang
menghamili saya. Tak lain dan tak bukan adalah Fahri Abdullah. Dia manusia
berhati serigala pura-pura menolong ternyata menerkam. Saya telah beberapa kali
minta pertanggung jawabannya dan menyelesaikan masalah ini dengan baik-baik.
Saya menuntut janjinya mau mengawini saya ternyata ia berkelit. Ia bahkan
menuduh saya pelacur. Uang dua puluh pound yang dia berikan itu ternyata
dianggap sebagai harga diri saya. Betapa remuk dan hancur hati saya. Dia malah
menikah dengan seorang gadis Turki. Dia benar-benar manusia yang sangat busuk
hatinya. Saya minta kepada pengadilan untuk memberikan hukuman yang setimpal
dengan perbuatan terkutuknya!”
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
255
Noura
lalu menangis terisak-isak di podium. Orang-orang Mesir yang tidak tahu masalah
sesungguhnya terbakar emosinya. Mereka berteriak-teriak minta kepada hakim
menggantung diriku. Aku sendiri sangat terpukul mendengar semua yang dikatakan
Noura. Aku tidak percaya bahwa yang dipodium itu adalah Noura. Gadis innocent
yang sangat pendiam yang dulu sangat aku kasihani. Kini Noura seperti puteri
jahat yang siap mencincangku dengan belati beracun yang ia sembunyikan di balik
bajunya.
Aku melihat ke arah
orang-orang yang simpati padaku. Wajah Syaikh Ahmad tampak marah. Aisha jatuh
pingsan. Tiba-tiba Nurul berteriak lantang dan memaki-maki Noura yang tidak
tahu balas budi dan mengarang cerita bohong. Hakim mengetuk palunya
berkali-kali meminta semuanya untuk tenang. Dia lalu meminta tanggapanku.
Dengan emosi yang kutahan aku menolak tuduhan Noura. Aku jelaskan bahwa Noura
sama sekali tidak pernah masuk kamarku. Aku bahkan belum pernah menyentuh kulit
Noura. Malam itu Noura bersama Maria sampai pagi. Tiba-tiba Noura berteriak
menganggap diriku yang bohong. Hakim menenangkan Noura. Pihak jaksa mengajukan
saksi. Seorang lelaki ceking bernama Gamal. Hakim mempersilakan saksi itu
bicara setelah disumpah. Seorang lelaki mengaku melihat aku membukakan pintu
dan mengajak Noura masuk rumah jam tiga dini hari, Kamis 8 Agustus 2003.
Amru pengacaraku
mengintrogasi saksi itu. Sang saksi bersikukuh melihat dengan jelas Noura masuk
rumahku. Amru bertanya posisinya di mana dan sedang apa dia sampai begitu jelas
melihat Noura masuk rumahku. Dia menjawab dia seorang pemburu burung hantu. Hobinya
berburu pada waktu malam. Kebetulan ia melintas di apartemen dan di sutuh
melihat ada burung hantu. Ia hendak menembaknya dari jarak dekat dengan cara
naik ke sutuh melalui tangga. Ketika ia naik itulah dari jarak tiga meter ia
melihat Noura masuk flat di lantai tiga.
Aku heran dengan lelaki
ceking bernama Gamal. Bagaimana mungkin dia berani membuat kesaksian palsu
seperti itu. Belum pernah aku mendengar ada seorang yang hobinya sedemikian
aneh. Untuk apa burung hanru diburu? Tubuhku tiba-tiba terasa dingin dan
gemetaran. Aku yakin keluarga Noura telah menggunakan segala cara untuk
menggantung diriku. Yang aku tidak bisa
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
256
mengerti
adalah perubahan diri Noura. Beberapa waktu yang lalu ia menulis surat sangat
mencintaiku. Kini tiba-tiba ia ingin membunuhku. Apa dosa dan salahku padanya?
Apakah karena aku tidak menanggapi perasaannya dia lalu dendam yang ingin
membunuhku? Kenapa dia begitu keji memfitnahku. Kapan sebenarnya dirinya
kehilangan kegadisannya sehingga hamil? Dan siapa sebenarnya yang menghamili
dirinya? Semua pertanyaan itu bagaikan palu yang menghantam-hantam batok
kepalaku. Aku nyaris tak sanggup menegakkan kepalaku. Hakim memutuskan
melanjutkan sidang minggu depan. Aku turun dari kerangkeng terdakwa dengan
dikawal dua polisi. Orang-orang Mesir mencacimaki diriku dengan kata-kata
kotor. Seorang ibu setengah baya bahkan melempar botol air mineral dan mengenai
mukaku. Polisi yang mengawalku tidak begitu peduli. Aku dibawa kembali ke penjara.
Di dalam penjara aku teringat Aisha yang tadi jatuh pingsan. Aku takut kondisi
psikisnya berpengaruh pada janin yang dikandungnya.
* * *
Sampai di dalam
penjara, Profesor Abdul Rauf menanyakan jalannya sidang. Aku ceritakan semuanya
dari awal masuk ruang sidang sampai dilempar botol mineral oleh seorang wanita
setengah baya saat berjalan meninggalkan ruang sidang. “Profesor, perlakuan
wanita setengah baya itu aku maklumi dia tidak tahu masalah sebenarnya. Yang
aku heran dan belum bisa kumengerti adalah Noura. Gadis itu pernah menulis
surat ucapan terima kasih dan perasaan cinta padaku dengan sedemikian tulusnya.
Tapi dipengadilan itu ia menjadi orang yang sama sekali tak kukenal. Ia tampak
sangat membenci aku dan ingin sekali membinasakan diriku. Aku juga heran dengan
lelaki ceking bernama Gamal. Bagaimana mungkin dia bisa setega itu memberikan
kesaksian palsu untuk membinasakan orang? Apakah dia sudah tidak punya nurani?”
Kataku.
“Noura itu sebenarnya
sangat mencintaimu. Karena dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan darimu
dia berubah membencimu. Cinta yang berubah jadi kebencian tiada tara itu
seringkali terjadi dalam sejarah kehidupan manusia,” jawab Profesor Abdul Rauf.
“Dan orang seperti
Gamal jangan kau herankan keberadaannya di zaman yang telah kehilangan nurani
kemanusiaannya seperti sekarang. Uang menjelma
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
257
menjadi
tuhan. Uang adalah segalanya. Demi uang begundal seperti Gamal siap mengerjakan
apapun saja,” sahut Haj Rashed.
“Berbicara tentang
kemanusiaan, aku jadi teringat sebuah film sukses yang dibuat oleh Spielberg
yaitu ET. Lewat film itu Spielberg ingin menunjukkan bahwa mungkin tempat
terbaik untuk untuk menemukan nilai-nilai kemanusiaan adalah diangkasa, tidak
di bumi.” Suara Ismail terdengar parau. Tadi malam ia menjadi bulan-bulanan
para algojo penjara.
“Kau suka menonton film
Amerika juga rupanya?” Haj Rashed agak kurang senang.
“Sebenarnya
tidak juga. Aku menonton film itu karena penasaran pada analisa Profesor Akbar
S. Ahmad dalam karyanya Postmodernism and Islam. Dan memang seperti itu
ironi yang dibangun Spielberg dalam film ET. Nilai-nilai kemanusiaan di bumi
semakin punah,”jJawab Ismail.
“Tapi,
insya Allah, selama masih ada yang teguh kukuh mengamalkan Al-Qur’an dan
As Sunnah, nilai-nilai kemanusiaan tidak akan hilang dari muka bumi ini!” tukas
Professor Abdul Rauf Manshour mantap.
“Insya
Allah,” sahut kami semua hampir kompak.
Tiba-tiba pintu
digedor. “Tahanan nomor 543!” Kali ini sipir bersuara cempreng yang memanggil.
Meskipun suaranya cempreng tapi kalau menyiksa para tahanan tak kenal belas
kasihan. Menurut cerita Hamada ia pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri
bagaimana Si Cempreng itu memasukkan mata ganco ke dalam lubang hidung seorang
tahanan yang tangan dan kakinya diikat lalu menarik ganco itu kuat-kuat. Tak
ayal hidung tahanan miskin itu sobek tak karuan bentuknya. Tahanan miskin itu
sudah lama tiada kabarnya. Mungkin telah mati.
“Hai, keledai 543 apa
kau dungu!? Apa aku perlu menyeretmu dengan ganco?” Si Cempreng kembali
mendesis seperti ular.
“Ya
saya!” jawab Marwan santai sambil melangkah ke pintu. Setelah pintu terbuka.
Kami mendengar suara: buk! buk!
“Doakanlah Marwan,
semoga dia tidak cedera berat!” Suara Profesor Abdul Rauf membuat hati kami
gerimis. Setiap hari selalu ada yang jadi mainan
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
258
para
algojo penjara. Aku bersyukur bahwa setelah kedatangan Magdi, KBRI, dan PPMI
siksaan yang kuterima sebagai sarapan pagi semakin ringan.
* * *
Satu hari menjelang
persidangan kedua Syaikh Utsman datang menjenguk bersama Paman Eqbal. Syaikh
Utsman banyak memberi siraman jiwa. “Kau harus ikhlas menerima cobaan ini. Kau
tidak boleh sedikitpun merasa ragu akan kasih sayang Allah kepadamu. Kau tentu
tahu, Allah sangat mencintai Nabi Yahya. Dan Nabi Yahya itu kepalanya dipenggal
untuk dihadiahkan kepada seorang pelacur. Husein cucu baginda Nabi juga
dipenggal kepalanya. Ditancapkan diujung tombak dan diarak di kota Kufah.
Mereka tetaplah manusia-manusia mulia meskipun kelihatannya dinistakan dan
dihina. Orang yang divonis salah oleh pengadilan dunia belum tentu salah di
pengadilan akhirat dan sebaliknya. Dekatkanlah dirimu kepada Allah!” Kunjungan
Syaikh Utsman sangat berarti bagiku. Nasihat beliau bagaikan embun menetes di
pagi hari musim semi. Aku semakin mempersiapkan diri untuk menerima apapun yang
terjadi.
Setelah
Syaikh Utsman, tanpa kuduga Madame Nahed, dan Yousef menjenguk. Mereka
berdua meneteskan air mata melihat keadaanku.
“Madame,
maafkan aku yang tidak sempat menjenguk Maria.”
“Tak
masalah. Sungguh sangat tragis nasibmu, Anakku. Kau menolong dia tapi dia malah
membalasnya dengan fitnah yang keji sekali. Aku sudah membaca semuanya di
koran. Seluruh koran yang memuat berita persidangan itu tak ada yang membelamu.
Andaikan Maria sehat dia pasti akan menulis membelamu. Sayang dia...ah!” Madame
Nahed terisak. Aku takut sesuatu telah terjadi pada Maria.
“Kenapa
Maria, Madame?” tanyaku cemas.
“Sakitnya
sangat parah. Empat hari ini dia koma. Hanya kadang-kadang dia seperti sadar,
mulutnya berkomat-kamit mengatakan sesuatu. Dan apakah kau tahu apa yang dia
katakan, Anakku?” Suara Madame Nadia terbata-bata.
“Apa
Madame?”
“Dia menyebut-nyebut
namamu. Hanya namamu, Anakku. Dia ternyata sangat mencintaimu!”
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
259
Kalimat yang diucapkan Madame Nadia bagaikan guntur
yang menyambar kepalaku.”Tak mungkin itu terjadi, Madame!” bantahku.
Yousef langsung
menyahut:
“Benar
Fahri, Maria sangat mencintaimu. Aku telah membaca diary khususnya. Dia menulis
semua perasaan cintanya padamu di sana. Dalam diarynya itu aku juga
menemukan kwitansi pembayaran semua biaya pengobatanmu. Maria diam-diam
mengambil tabungannya dan membayar pengobatanmu tanpa ada satupun dari kami
yang tahu. Dia sangat mencintaimu. Sayang diarynya tidak aku bawa. Nanti
akan aku bawa kemari agar kau bisa membacanya sendiri.”
Keterangan Yousef
membuat hatiku mau runtuh. Air mataku tanpa terasa meleleh. Baru aku tahu bahwa
malaikat itu adalah Maria.
“Kenapa dia tidak
mengungkapkan isi hatinya padaku?” lirihku.
“Dia
malu. Dia menunggu saat yang tepat untuk membangun keberaniannya tapi
terlambat. Ketika tahu kau telah menikah dengan Aisha yang baru beberapa bulan
kenal denganmu dia sangat terpukul. Dia sangat menyesal. Padahal dirinya telah
mengenalmu jauh lebih lama dan lebih dalam dari Aisha. Itu ia tulis setelah
pulang dari Hurgada dan tahu kabar pernikahanmu. Aku baru tahu kenapa dia
selalu murung dan tidak bersemangat hidup. Maria menulis dibaris terakhir, when
some one is in love he cannot think of anything else. Bila seseorang
dimabuk asmara, dia tak bisa memikirkan hal yang lain. Dia tidak bisa lepas
untuk memikirkan dirimu, memikirkan cintanya, sampai akhirnya jatuh sakit.”
Yousef meneteskan air mata.
“Anakku,
aku takut dia akan mati..hiks..hiks!” Madame Nahed terisak-isak.
Aku
jadi melupakan nasibku sendiri. Mataku basah melihat kesedihan Madame Nahed.
Dan Maria, oh, kenapa semua ini bisa terjadi!?
“Oh, andaikan aku bisa
membantu. Aku merasa menjadi manusia paling tiada berguna karena tidak bisa
berbuat apa-apa. Aku sendiri sekarang dibayang-bayangi vonis hukuman gantung.
Oh apa yang bisa aku lakukan?” Ucapku sedih.
Yousef mengeluarkan
tape kecil dari jaketnya dan berkata, “Kata dokter, Maria harus dirangsang
dengan suara atau sentuhan dari orang-orang yang
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
260
dicintainya.
Dia sepertinya telah kehilangan gairah untuk hidup. Suara orang yang
dicintainya harus mendorongnya untuk hidup, harus memberikan harapan-harapan
yang indah baginya. Fahri tolonglah, bicaralah pada Maria apa saja. Ini salah
satu usaha menolong dia. Nanti akan kami perdengarkan suaramu di telinganya.”
“Iya
anakku tolonglah! Maria sangat mencintaimu dan merindukan suaramu,” desak Madame
Nahed.
Demi
sebuah nyawa aku memenuhi permintaan Yousef dan Madame Nahed. Dengan
suara kupaksakan kebiasa-biasanya, aku berbicara apa saja pada Maria. Terkadang
aku berusaha tertawa. Atau mengingatkan sesuatu yang kira-kira berkesan
baginya. Hanya satu yang tidak kuucapkan di sana yaitu kalimat aku mencintaimu.
Tak mungkin, karena kalimat itu hanya berhak untuk Aisha seorang. Aku berharap
suaraku berguna untuk membantu menyembuhkan Maria. Bahwa di dalam penjara
sekali pun aku bisa melakukan sesuatu untuk orang lain. Namun begitu mengingat
kata-kata Madame Nahed dan Yousef bahwa Maria sakit karena mencintaiku
aku jadi sedih sekali. Aku jadi tidak mengerti apa itu cinta sebenarnya? Yang
kutahu cinta adalah apa yang terjadi antara diriku dengan Aisha. Itu saja. Tapi
apa yang dirasakan Nurul. Yang dirasakan Noura dan yang dirasakan Maria aku
tidak tahu. Apakah itu cinta? Ah cinta. Semacam duka. Mengiris jiwa.
* * *
Persidangan kedua
sangat menegangkan. Tuan Boutros hadir memberikan kesaksiannya. Beliau
membantah keterangan Noura yang mengatakan malam itu masuk di kamarku. “Jam
lima pagi ketika saya bangun, saya menemukan Noura bersama Maria di kamarnya.
Dan Maria bercerita Noura sejak tengah malam ada dikamarnya.”
Penuntut bertanya pada
Tuan Boutros, “Apakah antara jam 2 sampai jam 5 anda tidak tidur, jadi anda
tahu persis Noura selalu bersama Maria, misalnya mendengar suara mereka dalam
rentang waktu itu?”
Tuan Boutros dengan
jujur menjawab, “Tidak saya sedang tidur. Bahkan jeritan Noura dipukuk Bahadur
juga tidak saya dengar. Saya terlelap dan bangun setengah lima.”
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
261
Noura
diminta bicara. “Maria berkata tidak benar kalau aku bersamanya terus. Yang
benar pukul tiga Maria mengantarku ke tempat Fahri yang hanya berada di
bawahnya. Di kamar Fahri pemerkosaan atas diriku terjadi. Dan ketika azan
pertama berkumandang, aku kembali ke tempat Maria. Saat itu seluruh isi rumah
Maria masih tidur, termasuk Tuan Boutros, kecuali Maria.” Kata Noura.
Teman-teman satu rumah
yang pada malam kejadian itu ada di rumah ikut memberikan kesaksian. Mereka
semua menolak tuduhan Noura. Tapi mereka juga jujur menjawab ketika ditanya
sedang apa antara jam tiga sampai azan pertama? Jawabnya tidur. Hamdi masih berusaha
membela, “Saya ini termasuk manusia yang sangat sensitif. Seringkali dalam
keadaan tidur jika pintu dibuka saya terbangun. Jika Noura masuk rumah pasti
saya terbangun. Saya tidak terbangun malam itu?”
Penuntut malah
tersenyum dan berkata, “Menurut cerita Fahri kalian malam itu berpesta hingga
kenyang, benarkah?”
“Benar!” jawab Hamdi.
“Itulah salah satu
penyebab kenapa kau tidak terbangun ketika Noura masuk. Karena kau terlalu
kenyang. Dan itu sudah sangat wajar terjadi!”
Nurul memberikan
kesaksian dengan suara terbata-bata menahan emosi. Ia menceritakan cerita yang
dikisahkan sendiri oleh Noura kepadanya ketika Noura menginap beberapa hari di
rumahnya. Cerita yang sangat berbeda dengan yang dikatakan Noura di sidang
pengadilan. “Saya yakin Noura saat ini sedang berbohong. Apa yang dia katakan
di pengadilan ini dusta. Dia bercerita malam itu di kamar Maria dan baru
bertemu Fahri pukul tujuh pagi. Dan uang dua puluh pound itu diberikan
kepadanya bukan sebagai harga atas kegadisannya. Itu fitnah. Fahri tidak
mungkin melakukan kejahatan seperti itu. Dia menyentuh tangan perempuan saja
tidak mau.”
Noura menolak kesaksian
Nurul dan berkata dengan tenang, “Memang seperti itu yang aku kisahkan pada
Nurul. Saat itu aku tidak mungkin dengan jujur menceritakan apa yang terjadi
pada diriku di kamar Fahri. Aku tidak mungkin menceritakan aib. Aib diriku dan
aib orang yang akan jadi suamiku, karena dia memang berjanji akan menikahiku.
Sebenarnya yang terjadi adalah seperti apa yang aku ceritakan. Saat itu aku
juga mengira uang dua puluh pound itu ikhlas
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
262
diberikan
oleh Fahri sebagai ongkos pergi ke Masakin Utsman. Aku tidak mengira sama
sekali saat itu kalau itu adalah sebagai harga akan kegadisanku yang direnggut
Fahri. Aku tahu kebusukkannya setelah dia terang-terangan tidak mau menikahiku
dan malah mengatakan diriku pelacur sebab telah ia bayar dengan dua puluh pound
saja mau.”
Di akhir sidang terjadi
sesuatu yang sangat mengejutkan. Bahadur memberikan kesaksian bahwa dia katanya
pernah melihatku beberapa kali menyiuli Noura dari jendela kamarku. “Saat itu
aku sebenarnya sangat marah pada penjahat itu. Tapi aku masih menghormatinya
sebagai tamu di negeri ini dan aku mengira itu hanyalah iseng anak muda. Apalagi
dia kulihat juga rajin ke masjid. Aku tidak menyangka kalau dia sebenarnya
serigala. Dan aku yakin dialah yang menodai Noura. Dia harus dihukum yang
seberat-beratnya!”
Hakim lalu bertanya
pada pengacaraku apakah masih ada saksi atau bukti untuk membela diriku.
Pengacaraku bilang masih. Yaitu kesaksian Syaikh Ahmad dan isterinya, surat
yang ditulis Noura untukku, dan Maria. Hakim memutuskan sidang akan dilanjutkan
satu minggu setelah hari raya Idul Fitri. Itu berarti aku akan menjalani hari
raya terberat selama hidup.
Amru, Magdi dan paman
Eqbal mengikutiku sampai ke penjara. Di ruang tamu penjara mereka mangajakku
berbicara. Eqbal terus memintaku untuk tabah dan besar hati. Magdi dan Amru
menganalisa jalannya sidang yang telah terjadi.
“Saksi yang kita ajukan
adalah orang-orang yang sangat jujur. Mulai dari Tuan Boutros sampai
teman-temanmu. Aku salut atas kejujuran itu, meskipun dalam kasus ini kejujuran
teman-temanmu tidak membantu. Kalau mereka ada yang berani bohong sedikit saja,
misalnya pukul tiga terbangun untuk shalat malam dan mendapati keadaan rumah
dalam keadaan sepi seperti biasa tidak ada Noura di kamarmu. Karena kamarmu
berdekataan dengan kamar mandi tempat wudhu, dakwaan Noura akan runtuh,” ucap
Amru sambil memandang lurus kepadaku.
“Tapi insya Allah
kejujuran itu tetap akan membantu. Setidaknya membantu kekuatan moral kita.
Kebersihan nurani kita. Dan semoga dengan kejujuran itu Allah memberikan jalan
keluar yang lebih baik,” sahut Eqbal.
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
263
111 Ya Allah
matikanlah diriku dalam keadaan mati syahid di jalanMu. Amin.
“Dalam sejarah kejahatan
selalu dilancarkan dengan segala cara. Dan kebenaran selalu dipertahankan
dengan cara-cara yang jantan dan bersih,” imbuh Magdi.
“Bisa jadi sidang setelah
hari raya adalah sidang penentuan. Dan dalam sidang itu kita harus membalik
keadaan dan meruntuhkan semua tuduhan dan rekayasa mereka. Senjata kita yang
tersisa adalah surat cinta Noura yang disana dia mengungkapkan semua pengakuannya
secara jujur dan pengakuan Maria. Yang paling penting sebenarnya adalah
kesaksian Maria. Sebab dialah yang paling tahu. Dialah—yang dalam penuturan
Noura—mengantarkan dirinya ke tempatmu. Dan dia juga yang membukakan pintu
ketika Noura kembali lagi naik. Adapun kesaksian Syaikh Ahmad dan isterinya
kekuatannya tak akan berbeda dengan kesaksian Nurul yang memang malam itu tidak
tahu apa-apa. Marialah sebenarnya saksi kunci, tapi sayang dia sekarang sedang
koma.” jelas Amru.
“Bagaimana dengan surat
Noura itu?” tanya Eqbal.
“Cukup kuat, jika
benar-benar bisa dibuktikan itu tulisan tangannya. Tapi surat itu sekarang ada
di mana masih jadi masalah. Oleh Fahri surat itu diberikan kepada Syaikh Ahmad.
Syaikh Ahmad memberikan kepada isterinya. Isterinya memberikan kepada Noura
waktu masih di Tafahna. Sekarang sedang dicari di Tafahna, siapa tahu ditinggal
oleh Noura di sana. Jika surat itu ternyata dibawa Noura ya kita tidak bisa
berbuat apa-apa selain menunggu mukjizat Maria bisa membaik dan pada sidang
setelah hari raya nanti bisa memberikan kesaksian,” jelas Amru.
Mendengar semua pembicaraan
itu aku merasa nasibku benar-benar berada di ujung tanduk. Jika nyawaku
akhirnya harus melayang dengan sedemikian tragisnya, aku pasrah saja kepada
Yang Mahakuasa. Aku teringat nasihat Syaikh Utsman agar selalu menjaga
keikhlasan menerima takdir Ilahi setelah berusaha sekuat tenaga. Yang divonis
salah dalam pengadilan dunia tidak selamanya salah di pengadilan akhirat.
Kepala Nabi Yahya dipenggal dan dihadiahkan kepada seorang pelacur. Dalam hati
aku berdoa, jika aku harus mati di tiang gantungan, maka “Allaahumma
amitni alasy syahaadati fi sabilik.Amin.”111
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
264
“Apa
tidak ada jalan lain untuk membuktikan bahwa yang menghamili Noura bukan Fahri?
Bagaimana dengan test DNA? Bukankah Noura menemukan orang tua kandungnya karena
test DNA?” ucap Eqbal dengan mata berbinar.
Amru dan Magdi
mengangguk-anggukkan kepala. Aku merasa di dalam dadaku ada cahaya. “Benar test
DNA!” lirihku.
“Ini
ide yang sangat menggembirakan. Aku nanti akan mencoba bertanya pada dokter
apakah janin yang dikandung Noura bisa diperiksa DNA-nya. Agar ketahuan siapa
sebenarnya ayahnya? Jika bukan Fahri yang menghamili tentu DNA janin itu akan
berbeda dengan DNA Fahri. Sebentar aku mau mengontak Dokter Fatema Zaki, apakah
janin bisa diperiksa DNA-nya.” Kata Amru sambil memenjet handphone-nya
dan meletakkan di telinganya. Amru lalu terlibat pembicaraan dengan orang yang
ditujunya. Tiba-tiba mukanya agak pucat, ia berkata setengah berteriak, “Apa?
Tidak bisa! Menunggu sampai lahir?! Oh, begitu. Ya, terima kasih atas
informasinya.”
“Bagaimana Amru?” tanya
Eqbal.
“Menurut keterangan
Dokter Fatema Zaki, janin yang masih berada di dalam kandungan tidak bisa diperiksa
DNA-nya. Karena harus pakai sampel jaringan/sel tubuh. Janin tidak bisa diambil
jaringan tubuhnya. Yang bisa diambil cuma sampel air ketuban, tidak bisa untuk
pemeriksaan DNA. Jadi harus menunggu janin itu dilahirkan baru bisa diperiksa
DNA-nya,” jelas Amru yang membuat diriku lemas kembali. Menunggu Noura sampai
melahirkan janinnya, bukan waktu yang singkat di dalam penjara buruk seperti
ini. Tapi aku tetap merasa lebih berbesar hati bahwa jalan untuk membebaskan
diri dari tuduhan dan fitnah itu masih ada.
“Aku akan membuat surat
permohonan kepada pengadilan agar sidang selanjutnya diundur sampai Noura
melahirkan bayinya untuk pemeriksaan DNA.” Ujar Amru dengan wajah optimis.
“Jika pengadilan tidak
mengabulkan?” sahut Magdi.
“Kita lihat nanti. Oh
ya Magdi, tolong bagaimana caranya keamanan Maria terjamin. Sebab walau
bagaimana pun sebelum test DNA, Maria adalah saksi kunci. Kau tentu tahu
maksudku?” kata Amru.
“Insya
Allah,” jawab Magdi pelan.
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
265
Mereka
bertiga lalu pamintan. Amru berjanji akan menengok ke penjara lagi jika ada
perkembangan.
* * *
Sampai di dalam sel,
sebelum Profesor Abdul Rauf dan teman-teman menanyakan yang terjadi di dalam
sidang kedua, aku langsung mengisahkan semuanya. Termasuk pembicaraan berempat
dengan Amru, Magdi dan Eqbal di ruang tamu penjara.
“Bolehkan aku membuat
suatu analisa? Siapa tahu ada gunanya,” ujar Profesor Abdul Rauf begitu aku
selesai bercerita.
“Tentu, Profesor,”
jawabku senang.
“Pemohonanmu untuk
mengundurkan sidang setelah Noura melahirkan bayinya agar bisa diperiksa DNAnya
tidak akan dikabulkan pengadilan. Pengadilan akan tetap berjalan sesuai yang
diinginkan hakim. Dan hakim berjalan sesuai yang diinginkan oleh keluarga
Noura. Mereka sudah tahu saksi kunci sudah tidak berdaya. Seandainya pun Maria
bisa memberikan kesaksian mereka sudah mempersiapkan jurus yang akan
mengejutkan. Selama ini yang terjadi, tertuduh yang berada dalam posisi seperti
dirimu jarang bisa menang. Apalagi kau orang asing. Mereka juga tahu akan
adanya test DNA, maka mereka akan menggunakan cara agar di pengadilan ini kau
kalah. Tindakan yang akan kau ambil adalah naik banding, menunggu bayi Noura
bisa ditest DNAnya. Begitu kau kalah, maka setelah itu rekayasa yang akan
mereka mainkan susah diprediksi. Bisa jadi diam-diam mereka akan menggugurkan
kandungan Noura dengan alasan keguguran dan membuangnya entah di mana yang
penting tidak bisa ditest DNAnya. Dan kau tidak akan bisa menuntut apa-apa.
Atau tidak begitu, tetap membiarkan bayi itu lahir tapi permohonan bandingmu
tidak dikabulkan dengan alasan yang seringkali tidak masuk. Atau dikabulkan
tapi setelah menunggu sekian tahun, setelah dirimu mengalami penderitaan luar
biasa dan sekarat di dalam penjara. Sebab begitu kau diputuskan pengadilan
bersalah kau akan diperlakukan sebagai orang bersalah meskipun sedang
mengajukan banding. Itu analisaku. Aku tidak ingin menakutimu tapi agar
pengacaramu dan pihak kedutaanmu berusaha lebih maksimal untuk membebaskan
dirimu dalam pengadilan terakhir nanti.”
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
266
Aku merasa apa yang disampaikan profesor benar. Dalam
pengadilan Mesir seringkali terjadi hal-hal yang tidak masuk akal. Adanya saksi
seorang lelaki yang hobinya berburu burung hantu adalah suatu yang ganjil. Dan
sejak kapan di suthuh apartemen di Hadayek Helwan itu ada burung hantu?
“Menurut Profesor apa
yang harus kami lakukan?” tanyaku dengan hati cemas.
“Minta pertolongan
Tuhan. Dan terus berusaha untuk menang!” ucap Profesor mantap.
“Aku
punya sesuatu yang ingin aku katakan, Akhi.” sahut Ismail.
“Boleh.” kataku pelan.
“Mendengar
semua kisahmu sejak kau ditangkap sampai sekarang, aku melihat ada satu
kekuatan yang mengaturnya. Mintalah kepada Magdi untuk menyelidiki kekuatan backing
dibelakang keluarga Noura. Kau masih beruntung karena kasusmu bukan kasus
yang oleh pihak keamanan dianggap mengancam kekuasaan seperti Profesor Abdul
Rauf. Asal bisa menjinakkan kekuatan di belakang Noura maka jalan pembebasanmu
menjadi lebih mudah. Firasatku mengatakan, yang menghamili Noura adalah
seseorang yang sangat memalukan untuk disebut, jadi mereka mencari kambing
hitam. Dan kambing hitamnya adalah dirimu.Yang aku kuatirkan jika backing Noura
adalah orang penting di Keamanan Negara yang memang sangat berkuasa di negara
ini.”
“Namun kau jangan kecil
hati Fahri, di atas segalanya Allahlah yang menentukan. Daya dan kekuatan
manusia tiada berarti apa-apa di hadapan kemahakuasaan Allah. Jika Dia
berkehendak apa pun bisa terjadi.” Haj Rashed menghibur. Aku diam saja.
Semuanya lalu diam. Ruangan sel bawah tanah yang pengap dan dingin itu dicekam
suasana senyap sesaat. Keheningan menebarkan aroma ketakutan yang menguji
keimanan. Kini dalam ruangan sempit itu tinggal kami berempat. Marwan sejak
diambil sipir bersuara cempreng itu tak ketahuan nasibnya. Apakah dipindahkan
ke penjara lain? Ataukah dibebaskan? Atau malah telah menemui kematian. Hamada
juga tidak lagi terdengar beritanya sejak dua hari lalu. Yang paling cemas atas
nasib Hamada adalah Ismail. Katanya ia bermimpi melihat Hamada berpakaian putih
di sebuah tanah yang sangat lapang. Ia kuatir itu adalah pertanda keburukan.
Tapi Profesor malah menafsirkan mimpi
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
267
112 Keamanan Negara.
itu dengan hal yang
menyenangkan, tanah lapang adalah kebebasan. Hamada berarti sudah dibebaskan.
* * *
Hari berikutnya, kira-kira
pukul sepuluh pagi, aku dibawa sipir hitam ke kantor. Di sana kepala penjara
menyerahkan sepucuk surat. “Ini surat dari Universitas Al Azhar. Selamat!” Kata
kepala penjara dengan nada yang sangat sinis. Aku menerima surat itu dengan
tangan bergetar. Aku teringat peristiwa tahun 1995 seperti yang diceritakan
staf konsuler KBRI. Kubuka amplop surat cokelat buram itu dan kukeluarkan
isinya. Lalu kubaca huruf demi huruf. Selesai membaca surat itu aku tak mampu
menahan isak tangisku. Usahaku sekian tahun belajar mati-matian seakan sia-sia
belaka. “Karena tidak asusila yang Anda lakukan, maka Anda dikeluarkan dari
Universitas Al Azhar dan gelar licence yang telah Anda dapat dicabut sejak
surat ini dibuat!” Demikian salah satu baris surat dari Universitas Al Azhar
itu. Melihat aku sedih dan meneteskan air mata, kepala penjara malah tertawa
mengejek. Ia tentu sudah tahu isi surat itu. Aku kembali ke penjara dengan
memendam kesedihan tiada tara. Al Azhar yang kucintai itu tidak lagi
menganggapku sebagai bagian dari anak muridnya. Alangkah malang nasibku.
Di dalam sel aku menangis
sejadi-jadinya. Aku belum pernah menangis sesedu itu. Profesor Abdul Rauf
menghiburku seperti seorang ayah menghibur anaknya. Ia bertanya ada apa? Aku
tak kuasa menceritakannya. Aku terus menangis dengan sesak dada yang tiada
terkira. Aku teringat semua pengorbanan orang tua. Sawah warisan kakek, harta
satu-satunya, dijual demi agar aku bisa kuliah di Al Azhar Mesir. Dan kini
semuanya seperti sia-sia. Aku merasa menjadi manusia yang paling tiada gunanya
di dunia. Hampir satu jam aku menangis. Profesor Abdul Rauf masih terus menghibur
dan membesarkan hatiku. Akhirnya aku ceritakan berita duka itu padanya, dengan
isak tangis yang tersisa.
“Kau percayalah padaku, Al
Azhar sebenarnya tidak semudah itu mengeluarkanmu. Di sana masih banyak ulama
dan guru besar yang arif bijaksana. Tapi Al Azhar tidak bisa berbuat apa-apa
jika mendapat tekanan dari penguasa. Apalagi jika datang dari Amn
Daulah112. Aku sangat yakin Al Azhar
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
268
mengeluarkanmu
karena mendapat tekanan. Itu sama seperti Universitas El-Menya waktu
mengeluarkan diriku dan mencopot gelar guru besarku. Jadi sebenarnya sekarang
ini saya bukan seorang profesor lagi, karena gelar guru besarku telah dicabut.
Rektor Universitas El-Menya adalah temanku waktu mengambil doktor di Universits
Lyon, Perancis. Dia tidak mungkin berbuat buruk padaku, tapi dia mendapat
tekanan dari penguasa agar memejatku dari dosen dan menandatangani surat
pencabutan guru besarku. Untungnya aku mendapat gelar doktor dari Perancis,
kalau aku mendapatkan gelar doktor dari salah satu universitas di sini maka
seluruh gelar akademisku juga akan dipreteli. Ah sebenarnya gelar itu tidaklah
segalanya yang paling penting adalah kemampuan kita. Meskipun kau dikeluarkan
dan gelarmu dicopot tapi ilmu yang telah melekat dalam otakmu tidak bisa mereka
copot. Seandainya nanti kau bebas dan kembali ke tanah airmu kau masih bisa
mengamalkan ilmumu meskipun tanpa gelar. Di dunia ini sangat banyak orang yang
sukses tanpa gelar akademis. Aku malah pernah membaca sejarah Indonesia, bahwa
salah seorang Wakil Presiden Indonesia yang sangat disegani yaitu Adam Malik,
tidak memiliki gelar akademis apapun. Tapi kemampuannya tidak diragukan. Jadi
janganlah masalah sekecil itu kau tangisi. Kau harus menjadi seorang lelaki
sejati yang berjiwa besar. Dan aku yakin kau mampu untuk itu.”
Kata-kata
profesor Abdul Rauf mampu menyeka air mata sedihku. Aku semestinya malu pada
diriku sendiri jika menangisi hilangnya sebuah gelar. Jika aku diharamkan
belajar di Al Azhar, maka Allah mungkin akan membuka jalan untuk belajar di
tempat yang lain, termasuk belajar di dalam penjara. Bahkan bisa jadi penjara
adalah universitas paling dahsyat di dunia. Banyak terjadi orang-orang besar di
dunia melahirkan karya-karya monumental di penjara. Ibnu Taimiyah, ulama
terkemuka pada zamannya yang mendapat gelar “Syaikhul Islam” menulis Fatawanya
yang berjilid-jilid di dalam penjara. Sayyid Qutb menulis tafsir Zhilalnya
yang sangat indah bahasa dan isinya, juga di dalam penjara. Syaikh Badiuz Zaman
Said An-Nursi juga menulis karya-karyanya yang monumental di dalam penjara.
Kenapa aku tidak berpikiran positif seperti mereka? Penjara bukanlah penghalang
untuk berkarya dan berbuat. Seandainya aku tidak bisa menelorkan karya di dalam
penjara, kenapa aku tidak menggunakan
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
269
kesempatan yang ada untuk belajar pada Profesor Abdul Rauf.
Beliau adalah guru besar bidang ilmu ekonomi. Beliau juga pernah belajar di
Perancis. Dengan beliau aku semestinya bisa belajar satu rumus ilmu ekonomi,
atau bahasa Perancis menskipun cuma satu kosa kata.. Rasanya mempersiapkan diri
saja untuk menikmati hidup di dalam penjara, itu lebih realistis dan lebih baik
daripada bersedih, berkeluh kesah dan meratapi nasib. Kuutarakan kemauanku pada
beliau. Hari itu juga aku mulai menimba ilmu pada beliau. Lumayan selain
‘bonjour’ aku mendapatkan sebuah kalimat dari Victor Hugo saat merenungi suatu
keadaan nyata bahwa tangan manusia banyak melakukan suatu kejahilan. Hugo
mengatakan: Tempos edax, home edacior! Artinya: Waktu kejam tapi
manusia lebih kejam lagi!
* * *
Tiga hari setelah itu,
kira-kira satu jam menjelang buka puasa, sipir bersuara cempreng memanggilku.
Aku yang biasanya tidak pernah takut kali ini menyahut panggilannya dengan bulu
kuduk merinding. Aku bersyukur ketika Si Cempreng tidak berbuat macam-macam
padaku, ia hanya membawaku ke ruang tamu penjara. Di sana ada Aisha, paman
Eqbal, Maqdi, dan Amru yang telah menunggu.
“Sore ini kita akan
sedikit berbincang dan buka puasa bersama.” kata Aisha.
“Untuk buka puasanya
mungkin aku tidak bisa,” jawabku.
“Kenapa?”
“Aku
tidak mungkin makan enak sementara teman-teman satu sel berbuka hanya dengan
seteguk air dan roti isy kering dengan jubnah kadaluwarsa.”
Aisha langsung mengerti
apa maksudku. Dia langsung membagi beberapa bungkus makanan yang dibawa menjadi
dua bagian.
“Ini untuk mereka.”
“Biar kuantar dulu.”
Selesai mengantar buka
untuk teman-teman satu sel, barulah aku mendengarkan semua perkembangan yang
terjadi dari mereka.
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
270
“Ada
kabar kurang menggembirakan untukmu. Surat permohonan agar jadwal sidang
berikutnya diundur sampai janin Noura bisa diperiksa DNAnya ditolak oleh
pengadilan.” Kata Amru dengan wajah mengguratkan kemuraman.
“Aku tidak kaget. Sudah
aku kira.” Jawabku lirih. Kemudian aku menjelaskan prediksi-prediksi Profesor
Abdul Rauf dan saran dari Ismail.
“Aku juga memiliki
prediksi dan kalkulasi yang tidak jauh berbeda. Sekarang senjata kita tinggal
kesaksian Maria. Dan dia masih koma di rumah sakit. Kondisinya sangat
memprihatinkan, susah untuk kita harapkan.” Kata Amru lemas.
“Saran
Ismail itu cukup bagus. Memang dibelakang Noura adalah seorang perwira menengah
di badan intelijen khusus keamanan negara. Dia adik bungsu Madame Yasmin,
ibu kandung Noura. Dialah yang mendalangi semua ini. Si Kumis yang mau berbuat
tidak baik pada Madame Aisha itu akhirnya buka mulut juga. Tapi dia
sulit disentuh. Kecuali oleh orang yang pangkatnya lebih tinggi darinya.
Kebetulan aku tidak punya akses ke badan intelijen khusus. Aksesku hanya intel
polisi biasa jadi tidak bisa berbuat banyak. Si Kumis itu kalau bukan desakan
diplomatik dari Jerman dia juga tidak akan terproses secara hukum.” Ucap Magdi.
“Hmm..aku ingat
sekarang. Syaikh Ahmad punya sepupu yang juga bertugas di dalam badan intelijen
khusus keamanan negara, namanya Ridha Shahata. Siapa tahu bisa membantu.”
Sahutku sedikit optimis.
“Saya sudah menghubungi
Syaikh Ahmad, tapi sayang Ridha Shahata sedang ditugaskan ke Iran selama dua
bulan. Dia baru akan kembali ke Mesir sekitar pertengahan Syawal, ketika sidang
telah usai.” Tukas paman Eqbal Hakan Erbakan.
Azan maghrib
berkumandang. Kami berbuka bersama. Pembicaraan sore itu belum menghasilkan
sesuatu yang nyata untuk membuktikan bahwa diriku sama sekali tidak berdosa
melakukan perbuatan yang hina yang dituduhkan kepadaku. Aisha pamit dengan air
mata tak terbendung. “Aku akan cari jalan untuk menyelamatkan nyawamu, Suamiku.
Aku tak mau jadi janda. Aku tak ingin anakku ini nanti lahir dalam keadaan
yatim. Aku tak ingin kehilangan dirimu. Kau adalah karunia agung yang diberikan
oleh Allah kepadaku.” Kalimat dari bibirnya
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
271
yang
bergetar itu membuat hatiku terasa pilu dan sedih. Tak lama lagi akan memiliki
seorang anak. Dan aku tidak tahu apakah masih akan sempat melihat wajah anakku
itu apa tidak? Hanya Tuhanlah yang tahu akan akhir nasibku. Apapun yang akan
terjadi aku harus siap menerimanya.Untuk membesarkan hati, aku kembali
mengingat kisah Nabi Yahya yang mati muda, kepalanya dipenggal dan dihadiahkan
kepada seorang pelacur. Kalau kehidupan dunia adalah segalanya maka kesalehan
seorang nabi tiada artinya.
* * *
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
272
Tidak ada komentar:
Posting Komentar