29.
Nyanyian dari Surga
Begitu divonis bebas,
aku dibawa oleh Aisha ke rumah sakit Maadi untuk diperiksa. Penyiksaan
dipenjara seringkali menyisakan cidera atau luka. Dokter mengatakan aku harus
dirawat di rumah sakit beberapa hari untuk memulihkan kesehatan. Beberapa jari
kakiku yang hancur harus ditangani serius. Ada gejala paru-paru basah yang
kuderita. Aisha memesankan kamar kelas satu bersebelahan dengan kamar Maria.
Teman-teman dari Indonesia banyak yang menjenguk, meskipun mereka sedang
menghadapi ujian semester ganjil Al Azhar. Sementara musim dingin semakin
menggigit.
Sudah tiga hari, sejak
jatuh tak sadarkan diri saat memberikan kesaksian di pengadilan Maria belum
juga siuman. Dokter mengatakan ada kelenjar syaraf di kepalanya yang tak kuat
menahan emosi yang kuat mendera. Ada pembengkakan serius pada pembuluh darah
otaknya karena tekanan darah yang naik drastis. Akibatnya dia koma. Untung
pembuluh darah otaknya itu tidak pecah. Kalau pecah maka nyawanya bisa
melayang.
Sekarang
tidak hanya Madame Nadia dan keluarganya saja yang merasa bertanggung
jawab menunggui Maria. Aisha merasa punya panggilan jiwa tak kalah kuatnya. Ia
sangat setia menunggui diriku dan menunggui Maria. Ia bahkan sering tidur
sambil duduk di samping Maria. Aisha menganggap Maria seperti adiknya sendiri.
Beberapa kali aku memaksakan diri untuk bangkit dari tempat tidur dan menemani
Aisha menunggui Maria.
Pada
hari keempat sejak Maria tak sadarkan diri, tepatnya pada pukul sembilan pagi handphone
Aisha berdering. Aisha mengangkatnya. Ia terkejut mendengar suara orang
yang menelponnya. “Alicia? Di mana? Oh masya Allah, Subhanallah! Ya..ya...baik.
Kalau begitu kau naik metro saja turun di Maadi. Aku jemput di dekat
loket tiket sebelah barat. Okey? Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah.”
Aisha lalu tersenyum padaku
dan berkata,
“Selamat untukmu Fahri,
kau telah mendapatkan kenikmatan yang lebih agung dari terbitnya matahari.
Alicia sudah menjadi muslimah sekarang. Apa yang kau lakukan sampai kau
akhirnya jatuh sakit itu tidak sia-sia. Jawabanmu itu
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
301
mampu menjadi jembatan baginya menemukan cahaya Tuhan. Dia
ingin menemuimu. Kira-kira pukul setengah sepuluh dia akan sampai di Mahattah
Maadi.”
Aku merasakan keagungan
Tuhan di seluruh jiwa. Aku merasa Dia tiada pernah meninggalkan diriku dalam
segala cuaca dan keadaan.
PadaMu
Kutitipkan secuil asa
Kau berikan selaksa
bahagia
PadaMu
Kuharapkan setetes
embun cinta
Kau limpahkan samudera
cinta
Aisha menengok kamar
Maria, tak lama ia kembali lagi dan berkata, “Dia belum juga sadar. Hanya detak
jantungnya yang masih terus bekerja dan hembusan nafasnya yang masih mengalir
menunjukkan dia masih hidup. Sungguh aku tak tega melihat dia terbaring begitu
lemah tiada berdaya. Seringkali ada lelehan air mata di sudut matanya. Entah
apa yang dialaminya di alam tak sadarnya.”
Aisha melihat jam.
“Sayang, aku keluar sebentar ya menjemput Alicia.”
“Ya, tapi jangan cerita
tentang penjara.” Lirihku. Aisha menganggukkan kepalanya lalu beranjak keluar.
Seperempat
jam kemudian Aisha datang bersama Alicia. Aku nyaris tidak percaya bahwa sosok
yang datang bersamannya adalah Alicia. Sangat kontras dengan penampilannya
waktu pertama kali bertemu di dalam metro dulu. Dulu pakaiannya ketat
mempertontonkan aurat. Sekarang dia memakai jilbab, pakaiannya sangat anggun
dan rapat menutup aurat. Tak jauh berbeda dengan Aisha.
“Aku datang kemari
sengaja untuk menemuimu, Fahri. Untuk mengucapkan terima kasih tiada terkira
padamu. Karena berjumpa denganmulah aku menemukan kebenaran dan kesejukan yang
aku cari-cari selama ini.” Kata Alicia, mata birunya berbinar bahagia. Alicia
lalu mengisahkan pergolakan batinnya sampai akhirnya masuk Islam dua bulan yang
lalu.
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
302
“Selain
itu aku membawa ini.” Alicia membuka tas hitamnya yang agak besar. Ia
mengeluarkan dua buah buku dan menyerahkan padaku. Aku terkejut membaca tulisan
yang ada di sampulnya. Namaku tertulis di sana.
“Jawabanmu tentang
masalah perempuan dalam Islam jadi buku itu. Dan terjemahan Maria jadi yang
ini. Semuanya diterbitkan oleh Islamic Centre di New York. Tiap buku baru
dicetak 25 ribu exemplar. Dr. Salman Abdul Adhim direktur penerbitannya meminta
nomor rekeningmu, Maria dan Syaikh Ahmad untuk tranfer honorariumnya. Kau boleh
bangga sekarang dua buku itu sedang dicetak lagi karena satu bulan diluncurkan
langsung habis.” Cerita yang dibawa Alicia benar-benar menghapus semua duka yang
pernah kurasa. Sangat mudah bagi Tuhan untuk menghapus duka dan kesedihan
hamba-Nya.
“Kau tidak ingin
menemui Maria?” tanyaku.
“Ingin.”
“Aisha, antarkan Alicia
melihat Maria.”
Aisha
menggamit tangan Alicia ke kamar sebelah di mana Maria terbaring lemah. Aku
tidak tahu seperti apa reaksi Alicia bertemu Maria dalam keadaan seperti itu.
Sambil berbaring aku memperhatikan dengan seksama dua buku yang diberikan
Alicia itu. Buku pertama, Women in Islam. Sebuah buku kecil. Tebalnya
cuma 65 halaman. Namaku terpampang sebagai pengarangnya. Aku jadi malu pada
diri sendiri, aku hanya menulis ulang dan merapikan pelbagai macam bahan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar perempuan dalam Islam. Bukan menulis
suatu yang baru. Di dalamnya kulihat editornya dua orang: Alicia Brown dan
Syaikh Ahmad Taqiyuddin. Di halaman terakhir buku itu ada biodataku secara
singkat. Lalu buku kedua berjudul, Why Does the West Fear Islam? ditulis
Prof Dr. Abdul Wadud Shalabi. Aku dan Maria tercantum sebagai penerjemah.
Editornya sama.
Setengah jam kemudian
Alicia kembali bersama Aisha.
“Semoga
isteri keduamu itu cepat sembuh. Selamat atas pernikahan kalian. Semoga
dirahmati Tuhan. Oh ya aku ada pesan dari Dr. Salman Abdul Adhim, kau akan
diundang untuk memberikan cemarah di beberapa Islamic Centre di Amerika
sekalian mendiskusikan apa yang telah kau tulis. Tiket, surat undangan dan
jadwal kegiatannya ada di hotel, tidak terbawa,” kata Alicia.
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
303
“Waktunya
kapan?” Aisha menanggapi.
“Bulan depan. Selama
sepuluh hari.”
“Semoga dia benar-benar
sudah sembuh.”
“Semoga.”
Setelah itu Alicia
minta diri dan berjanji akan datang lagi keesokan hari untuk menyerahkan tiket
dan semua berkas yang akan digunakan untuk mempermudah mengurusi visa masuk ke
Amerika.
“Begitu banyak
perubahan silih berganti yang kita alami,” kata Aisha setelah Alicia pergi.
* * *
Tengah malam, Aisha
membangunkan diriku. Kusibak selimut tebal. Kaca jendela tampak basah. Musim
dingin mulai merambat menuju puncaknya. Aisha melindungi tubuhnya dengan
sweater. Untung penghangat ruangan kamar kelas satu berfungsi baik. Tapi kaca
jendela tetap tampak basah. Berarti di luar sana udara benar-benar dingin.
Mungkin telah mencapai 8 derajat. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa
dinginnya kutub utara yang puluhan derajat di bawah nol. Suasana malam senyap
dan beku.
“Fahri, ayo lihatlah
Maria, dia mengigau aneh sekali..aku belum pernah melihat orang mengigau
seperti itu.” Kata Aisha pelan.
Aku
mengikuti ajakan Aisha untuk melihat keadaan Maria. Tak ada siapa-siapa di
kamar Maria saat kami masuk. Kecuali Madame Nadia, yang pulas di sofa
tak jauh dari ranjang Maria. Ibu kandung Maria itu kelihatannya kelelahan. Kami
melangkah pelan mendekati Maria. Dan aku mengenal apa yang diigaukan oleh
Maria. Aku pasang telinga lekat-lekat dan memperhatikan dengan seksama. Subhanallah,
Maha Suci Allah! Yang terucap lirih dari mulut Maria, tak lain dan tak bukan
adalah ayat-ayat suci dalam surat Maryam. Ia memang hafal surat itu. Aku tak
kuat menahan haru.
“Sepertinya yang keluar
dari bibirnya itu ayat-ayat suci Al-Qur’an? Bagaimana bisa terjadi, Fahri?”
Heran Aisha.
“Kita dengarkan saja
baik-baik. Nanti aku jelaskan padamu. Banyak hal yang belum kau ketahui tentang
Maria.” Jawabku pelan.
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
304
115 QS. Maryam:
27-31.
Kami pun menyimak igauan
Maria baik-baik. Mendengarkan apa yang diucapkan oleh Maria dalam alam tidak
sadarnya. Pelan. Urut. Indah dan lancar. Tak ada yang salah. Meskipun tajwidnya
masih belum lurus benar. Maria melantunkan ayat-ayat yang mengisahkan penderitaan
Maryam setelah melahirkan nabi Isa. Maryam dituduh melakukan perbuatan mungkar.
Allah menurunkan mukjizat-Nya, Isa yang masih bayi bisa berbicara.
Fa atat bihi qaumaha
tahmiluh,
qaalu yaa Maryamu laqad
ji’ta syaian fariyya.
Ya ukhta Haaruna maa
kaana abuuki imra ata sauin
wa maa kaanat ummuki
baghiyya.
Fa asyaarat ilaih,
qaalu kaifa nukallimu man kaanat fil mahdi shabiyya.
Qaala inni abdullah
aataniyal kitaaba wa ja’alani nabiyya.
Wa ja’alani mubaarakan
ainama kuntu
wa aushaani bish
shalati waz zakaati maa dumtu hayya.
(Maka Maryam membawa
anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, ‘Hai Maryam,
sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.
Hai saudara perempuan
Harun ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali
bukanlah seorang pezina.
Maka Maryam menunjuk
kepada anaknya. Mereka berkata, ‘Bagaimana kami akan berbicara pada anak kecil
yang masih dalam ayunan?’
Isa berkata,
‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab dan dia menjadikan
aku seorang nabi.
Dan dia menjadikan aku
seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan dia memerintahkan kepadaku
mendirikan shalat menunaikah zakat selama aku hidup)115
Seorang malaikat pun
jika mendengar apa yang dilantunkan Maria dalam alam bawah sadarnya itu akan
luluh jiwanya, bergetar hatinya, dan meneteskan air mata. Maria sedang
mengeluarkan apa yang bercokol kuat dalam memorinya. Dan
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
305
116 QS. Thaaha: 1-3.
itu
adalah ayat-ayat suci yang menyejukkan. Maria terus melantunkan apa yang
dihafalnya ayat demi ayat. Air mataku menetes setetes demi setetes. Cahaya
keagungan Tuhan berkilat-kilat dalam diri semakin lama semakin benderang. Bibir
Maria terus bergetar. Aku bertanya dalam diri, siapa sebenarnya yang
menggerakkan bibirnya? Dia sedang tak sadar apa-apa. Ia sampai pada akhir surat
Maryam. Namun bibirnya tidak juga berhenti bergetar, terus melanjutkan surat
setelahnya. Surat Thaaha. Subhanallah!
Thaaha.
Maa anzalna ‘alaikal
Qur’aana li tasyqa
Illa tadzkiratan liman
yakhsya
( Thaaha.
Kami tidak menurunkan
Al-Qur’an ini kepadamu
agar kamu jadi susah
Tetapi sebagai
tadzkirah
bagi orang yang takut
kepada Allah
)116
Aku
jadi tidak mengerti sebenarnya berapa surat. Berapa juz yang telah dihafal
Maria. Dulu saat pertama kali dia menyapa di dalam metro dia mengatakan
hanya hafal surat Al Maidah dan Maryam saja. Sekarang dia membaca surat Thaaha.
Aku benar-benar terkesima dibuatnya. Masih banyak rahasia dalam dirinya yang
tidak aku ketahui. Aku jadi tidak tahu pasti keyakinan dalam hatinya. Dengan
air mata terus mengalir di sudut matanya yang terpejam ia melantunkan ayat-ayat
suci itu seperti sedang asyik bernyanyi dalam mimpi. Malam yang dingin terasa
hangat oleh aura getar bibir Maria. Ia mengajak pendengarnya berada di Mesir
pada masa nabi Musa melawan Fir’aun. Ia terus bernyanyi, seperti bidadari
menyanyikan lagu surga.
Innama ilaahukumullah
al ladzi laa ilaha illa huwa
wasia kulla syai in
ilma
Kadzalika naqushu
‘alaika anbai ma sabaq
wa qad aatainaaka min
ladunna dzikra
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
306
117 QS. Thaaha:
98-99
(Sesungguhnya Tuhanmu
hanyalah Allah,
yang tiada tuhan selain Dia,
pengetahuannya
meliputi segala sesuatu.
Demikianlah kami kisahkan
kepadamu
sebagian kisah umat yang
telah lalu,
dan sesungguhnya telah kami
berikan kepadamu
dari sisi Kami suatu
peringatan
)117
Sampai ayat ini bibir
Maria berhenti bergetar. Lelehan air matanya semakin deras. Namun ia tidak juga
membuka mata. Entah apa yang ia rasa. Aku hanya bisa ikut melelehkan air mata.
Berdoa. Dan memegang erat tangannya. Sesaat lamanya keheningan tercipta.
Tiba-tiba bibirnya bergerak dan mendendangkan zikir dengan nada aneh:
Allah. Allah. Allah.
Aku ingin Allah.
Allah. Allah. Allah.
Aku rindu Allah.
Allah. Allah. Allah.
Aku cinta Allah.
Allah. Allah. Allah
Allah.
Allah.
Allah.
Allah.
Allah.
Allah. Allah. Allah.
CahayaMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
SenyumMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
BelaianMu Allah.
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
307
Allah.
Allah. Allah.
CiumanMu Allah.
Allah. Allah. Allah.
CintaMu Allah.
Allah.
Surgamu Allah.
Allah.
Surgamu Allah.
Allah.
Surgamu Allah.
Surgamu Allah.
Surgamu Allah.
Surgamu Allah.
Allah. Allah.Allah.
Allah.
Allah.
Allah.
Semakin
lama volume suaranya semakin mengecil. Lalu hilang. Hatiku berdesir ketika
melihat bulu matanya yang lentik bergerak-gerak. Perlahan ia mengerjap. Allah.
Allah. Allah. Sembari bibirnya berzikir matanya tampak mulai terbuka
perlahan. Dan akhirnya benar-benar terbuka. Subhanallah!
“Maria!” sapaku pelan.
“Fa..Fahri?” suaranya
sangat lirih nyaris tiada terdengar.
“Ya. Apa yang kau
rasakan sekarang, Sayang? Apanya yang sakit?”
“Tolonglah aku? Aku
sedih sekali.”
“Kenapa sedih?”
“Aku sedih tak diizinkan
masuk surga!”
Jawaban Maria membuat
aku dan Aisha kaget bukan main. Dari mana dia tiba-tiba dapat kekuatan untuk
berkata sejelas itu? Apakah dia akan mati? Tanyaku dalam hati. Dan cepat-cepat
aku membuang pertanyaan tidak baik itu. Tapi kenapa dia berulang-ulang
menyebut-nyebut surga.
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
308
118 Imam Syamsuddin
Al-Qurthubi (w. 671 H.) dalam kitabnya At Tadzkirah banyak menjelaskan
tentang deskripsi surga sesuai dengan yang dijelaskan dalam hadits-hadits nabi,
termasuk jumlah pintu surga dan nama-namanya.
“Aku telah sampai di depan
pintu surga, tetapi aku tidak boleh masuk!” ulangnya.
“Kenapa?”
“Katanya aku tidak termasuk
golongan mereka. Pintu-pintu itu tertutup bagiku. Aku terlunta-lunta. Aku menangis
sejadi-jadinya.”
“Aku sungguh tak mengerti
dengan apa yang kau alami, Maria. Tapi bagaimana mulanya kau bisa sampai di
sana?”
“Aku tidak tahu awal mulanya
bagaimana. Tiba-tiba saja aku berada dalam alam yang tidak pernah kulihat
sebelumnya. Dari kejauhan aku melihat istana megah hijau bersinar-sinar. Aku
datang ke sana. Aku belum pernah melihat bangunan istana yang luasnya tiada
terkira, dan indahnya tiada pernah terpikir dalam benak manusia. Luar biasa
indahnya. Ia memiliki banyak pintu. Dari jarak sangat jauh aku telah mencium
wanginya. Aku melihat banyak sekali manusia berpakaian indah satu persatu masuk
ke dalamnya lewat sebuah pintu yang tiada terbayangkan indahnya. Kepada mereka
aku bertanya, “Istana yang luar biasa indahnya ini apa?” Mereka menjawab, “Ini
surga!” Hatiku bergetar. Dari pintu yang terbuka itu aku bisa sedikit melihat
apa yang ada di dalamnya. Sangat menakjubkan. Tak ada kata-kata yang bisa
menggambarkan. Tak ada pikiran yang mampu melukiskan. Aku sangat tertarik maka
aku ikut barisan orang-orang yang satu persatu masuk ke dalamnya. Ketika kaki
mau melangkah masuk seorang penjaga dengan senyum yang menawan berkata padaku,
“Maaf, Anda tidak boleh lewat pintu ini. Ini namanya Babur
Rayyan. Pintu khusus untuk orang-orang yang berpuasa.118
Anda tidak termasuk golongan mereka!” Aku sangat kecewa. Aku
lalu berjalan ke sisi lain. Di sana ada pintu yang juga sedang penuh dimasuki
anak manusia berpakaian indah. Aku mau ikut masuk. Seorang penjaga yang ramah
berkata, “Maaf, Anda tidak boleh lewat pintu ini. Ini Babush Shalat.
Pintu khusus untuk orang-orang shalat. Dan Anda tidak termasuk golongan
mereka!” Aku sangat sedih. Hatiku kecewa luar biasa. Aku melihat di kejauhan
masih ada pintu. Aku berjalan ke sana dengan harapan bisa masuk lewat pintu
itu. Namun ketika hendak masuk seorang penjaga yang wajahnya bercahaya berkata,
“Maaf, Anda
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
309
tidak boleh masuk lewat sini. Ini Babuz Zakat. Pintu
khusus untuk orang-orang yang menunaikan zakat. Ada banyak pintu. Dan setiap
kali aku hendak masuk selalu dicegah penjaganya. Sampai di pintu terakhir
namanya Babut Taubah. Aku juga tidak boleh masuk. Karena itu khusus
untuk orang-orang yang taubatnya diterima Allah. Dan aku tidak termasuk mereka.
Aku kembali ke pintu-pintu sebelumnya. Semuanya tertutup rapat. Orang-orang
sudah masuk semua. Hanya aku sendirian di luar. Aku menggedor-gedor pintu
bernama Babur Rahmah. Tak ada yang membuka. Aku hanya mendengar suara,
“Jika kau memang penghuni surga kau tidak perlu mengetuknya karena kau pasti
punya kuncinya. Bukalah pintu-pintu itu dengan kunci surga yang kau miliki!”
Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak memiliki kuncinya. Aku berjalan dari
pintu satu ke pintu yang lain dengan air mata menetes di sepanjang jalan. Aku
putus asa. Aku tergugu di depan Babur Rahmah. Aku mengharu biru pada
Tuhan. Aku ingin menarik belas kasihNya dengan membaca ayat-ayat sucinya. Yang
kuhafal adalah surat Maryam yang tertera di dalam Al-Qur’an. Dengan mengharu
biru aku membacanya penuh penghayatan. Selesai membaca surat Maryam aku
lanjutkan surat Thaha. Sampai ayat sembilan puluh sembilan aku berhenti karena Babur
Rahmah terbuka perlahan. Seorang perempuan yang luar biasa anggun dan
sucinya keluar mendekatiku dan berkata,
“Aku Maryam. Yang baru
saja kau sebut dalam ayat-ayat suci yang kau baca. Aku diutus oleh Allah untuk
menemuimu. Dia mendengar haru biru tangismu. Apa maumu?”
“Aku ingin masuk surga.
Bolehkah?”
“Boleh. Surga memang
diperuntukkan bagi semua hamba-Nya. Tapi kau harus tahu kuncinya?”
“Apa itu kuncinya?”
“Nabi pilihan Muhammad
telah mengajarkannya berulang-ulang. Apakah kau tidak mengetahuinya?”
“Aku tidak mengikuti
ajarannya.”
“Itulah salahmu.”
“Kau tidak akan
mendapatkan kunci itu selama kau tidak mau tunduk penuh ikhlas mengikuti ajaran
Nabi yang paling dikasihi Allah ini. Aku
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
310
119 Hadits riwayat
Imam Muslim.
sebenarnya datang untuk
memberitahukan kepadamu kunci masuk surga. Tapi karena kau sudah menjaga jarak
dengan Muhammad maka aku tidak diperkenankan untuk memberitahukan padamu.”
Bunda Maryam lalu
membalikkan badan dan hendak pergi. Aku langsung menubruknya dan bersimpuh
dikakinya. Aku menangis tersedu-sedu. Memohon agar diberitahu kunci surga itu.
“Aku hidup untuk mencari kerelaan Tuhan. Aku ingin masuk surga hidup bersama
orang-orang yang beruntung. Aku akan melakukan apa saja, asal masuk surga.
Bunda Maryam tolonglah berilah aku kunci itu. Aku tidak mau merugi
selama-lamanya.” Aku terus menangis sambil menyebut-nyebut nama Allah. Akhirnya
hati Bunda Maryam luluh. Dia duduk dan mengelus kepalaku dengan penuh kasih
sayang,
“Maria dengarkan baik-baik!
Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan kunci masuk surga. Dia bersabda, ‘Barangsiapa
berwudhu dengan baik, kemudian mengucapkan: Asyhadu an laa
ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh (Aku bersaksi
tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah hamba
dan utusan-Nya) maka akan dibukakan delapan pintu surga untuknya dan dia boleh
masuk yang mana ia suka!’ 119 Jika kau ingin
masuk surga lakukanlah apa yang diajarkan olah Nabi pilihan Allah itu. Dia nabi
yang tidak pernah bohong, dia nabi yang semua ucapannya benar. Itulah kunci
surga! Dan ingat Maria, kau harus melakukannya dengan penuh keimanan dalam
hati, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Tanpa keimanan
itu, yang kau lakukan sia-sia. Sekarang pergilah untuk berwudhu. Dan cepat
kembali kemari, aku akan menunggumu di sini. Kita nanti masuk bersama. Aku akan
membawamu ke surga Firdaus!”
Setelah
mendengar nasihat dari Bunda Maryam, aku lalu pergi mencari air untuk wudhu.
Aku berjalan ke sana kemari namun tidak juga menemukan air. Aku terus menyebut
nama Allah. Akhirnya aku terbangun dengan hati sedih. Aku ingin masuk surga.
Aku ingin masuk surga. Aku ingin ke sana, Bunda Maryam menungguku di Babur
Rahmah. Itulah kejadian atau mimpi yang aku alami. Oh Fahri suamiku, maukah
kau menolongku?”
“Apa yang bisa aku
lakukan untukmu, Maria?”
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
311
“Bantulah
aku berwudhu. Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku
ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan
menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan
Tuhan selama-lamanya. Suamiku, bantu aku berwudhu sekarang juga!”
Aku menuruti keinginan
Maria. Dengan sekuat tenaga aku membopong Maria yang kurus kering ke kamar
mandi. Aisha membantu membawakan tiang infus. Dengan tetap kubopong, Maria
diwudhui oleh Aisha. Setelah selesai, Maria kembali kubaringkan di atas kasur
seperti semula. Dia menatapku dengan sorot mata bercahaya. Bibirnya tersenyum
lebih indah dari biasahnya. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung
jiwa ia berkata:
Asyhadu an laa ilaaha
illallah
wa asyhadu anna
Muhammadan abduhu wa rasuluh!
Ia
tetap tersenyum. Menatapku tiada berkedip. Perlahan pandangan matanya meredup.
Tak lama kemudian kedua matanya yang bening itu tertutup rapat. Kuperiksa
nafasnya telah tiada. Nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya telah
berhenti berdetak. Aku tak kuasa menahan derasnya lelehan air mata. Aisha juga.
Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun!
Maria menghadap Tuhan
dengan menyungging senyum di bibir. Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya.
Kata-kata yang tadi diucapkannya dengan bibir bergetar itu kembali
terngiang-ngiang ditelinga:
“Aku masih mencium bau
surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana
aku berjanji akan mempersiapkan segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu
kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya.”
Sambil terisak Aisha
melantunkan ayat:
Yaa ayyatuhan nafsul
muthmainnah
irji’ii ilaa Rabbiki
raadhiyatan mardhiyyah
Fadkhulii fii ‘ibaadii
wadkhulii jannatii
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
312
120 QS. Al-Fajr:
27-30
(Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kamu kepada
Tuhanmu
dengan hati puas lagi
diridhai
Maka masuklah ke dalam
golongan hamba-hambaKu
Maka masuklah ke dalam
surga-Ku.120
)
Saat
itu Madame Nahed, terbangun dari tidurnya dan bertanya sambil mengucek
kedua matanya, “Kenapa kalian menangis?”
Kaca jendela mengembun.
Musim dingin sedang menuju puncaknya. O, apakah di surga sana ada musim dingin?
Ataukah malah musim semi selamanya? Ataukah musim-musim di sana tidak seperti
musim yang ada di dunia?
Selesai, Rabu 8
Oktober 2003
Pukul 01: 03 dini
hari.
Bangetayu Wetan,
Semarang
AYAT AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi
313
Kitab-kitab
yang mendampingi penulisan novel ini:
1.
As-Sunnah wal Bid’ah, (Sunah dan Bid’ah), karya Syaikh Prof. Dr.
Yusuf Al-Qaradhwi, Maktabah Wahbah, Cairo, Cet. I, 1999.
2.
At Tadzkirah (Peringatan), karya Imam Syamsuddin Al-Qurthubi, Dar
Ibnu Khadun, Alexandria, Cet. I, 1997.
3.
Fatawa Mu’ashirah (Fatwa-fatwa Kontemporer) Juz II & III,
karya Syaikh Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Darul Qalam, Cairo. Cet. I, 2001.
4.
Kitab Ar-Ruuh (Kitab Ruh) karya Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah,
Darul Fajr, Cairo, Cet I, 1999.
5.
Limadza Yakhafunal Islam? (Kenapa Mereka Takut Kepada Islam?),
karya Prof. Dr.Abdul Wadud Syalabi, Darul I’tisham, Cairo, 1999.
6.
Makanatul Mar’ah Fil Islam (Posisi Wanita dalam Islam), karya
Prof. Dr. Muhammad Biltaji, Darus Salam, Cairo, Cet.I, 2000.
7.
Manahilul ‘Irfan fi Ulumil Quran (Sumber Pengetahuan Ilmu-ilmu
Al-Qur’an), karya Syaikh Prof. Muhammad Abdul Adhim Az-Zarqani, Muassasah At
Tarikh Al Arabiy, Beirut-Lebanon, Cet. III, 1991.
8.
Tuhfatul ‘Arus aw Az Zawaj Al Islamiy As Sa’id, (Hadiah Untuk
Pengantin atau Perkawinan Islami Yang Bahagia), karya Syaikh Mahmud Mahdi
Al-Istanbuli, Al Maktabah Al Islamiyyah, Amman, 1410 H.
9.
Tuhfatul ‘Aris wal ‘Arus (Hadiah untuk Pengantin Lelaki dan
Pengantin Perempuan), karya Syaikh Muhammad Ali Qutb, Darul Anshar, Cairo,
tanpa tahun.
AYAT
AYAT CINTA Novel Pembangun Jiwa—Habiburrahman Saerozi 314
Tidak ada komentar:
Posting Komentar